Bibir Pantai Greweng


Musim kemarau emang paling bener buat jalan-jalan ke Pantai. Cuacanya cerah, langit kelihatan lebih biru, ombaknya pun bersahabat. Apalagi kalau ngecamp di pantai malam harinya pasti pemandangan bintang bertaburan yang membentuk milkyway jadi kelihatan jelas. Mumpung masih dalam suasana liburan dan belum disibukkan dengan tugas akhir, muncul ide buat jalan-jalan ke pantai. Kali ini yang dikunjungi adalah pantai di Gunungkidul yang masih agak sepi yaitu Pantai Greweng. Sebenernya aku cuma pengen menuntaskan ekspektasiku akan pantai yang satu ini yang dalam bayanganku pantainya masih alami, sepi, dan bisa dibuat berenang.

Well, setelah berlelah-lelahan camping di Bukit Pengilon pada waktu yang salah. Harusnya kami kesana pas akhir musim hujan biar bisa lihat bukitnya yang masih hijau, tapi malah kesana waktu kemarau dan semuanya kelihatan gersang. Akhirnya akupun pengen lanjut eksplore salah satu pantai di sekitar Gunungkidul yang masih kelihatan bagus. Waktu itu yang ada di benakku ada dua pantai yaitu Pantai Wediombo dan Pantai Jungwok. Dua pantai itu lokasinya samping-sampingan. Pas udah masuk ke kawasan wisata pantai, kami belum memutuskan untuk pergi ke pantai mana. Lalu terngiang nama Pantai Greweng. Pantai Greweng juga satu lokasi dengan Pantai Wediombo dan Pantai Jungwok. Namun ketika mau masuk ke jalan kecil menuju Pantai Greweng, ternyata sedang ada perbaikan jalan. Akhirnya kami memutuskan untuk ke Pantai Wediombo. Tapi setelah sampai di parkiran, lokasi wisata pantai di Jogja yang sudah terkenal itu penuh dengan mobil dan motor. It means pantainya lagi rame. Aku males dong dan akhirnya memutuskan untuk balik lagi mencari jalan lain menuju Pantai Greweng.

Akhirnya kami menitipkan kendaraan di sekitar lokasi parkir Pantai Jungwok. Waktu kami menanyakan arah menuju ke Pantai Greweng, Bapak penjaga parkiran bilang kalau kami harus trekking satu kilometer melewati jalan kecil yang sudah ada papan petunjuknya. Sebenarnya ada jalan yang lebih dekat. Tapi berhubung waktu itu sedang di aspal, jadilah kami harus berjalan lebih jauh. Tapi Di pikiranku ya jarak sekilo mungkin gak terlalu berat ya. Agar semakin ringan ketika trekking, kami menitipkan barang yang nggak perlu di bawa di warung sekaligus tempat parkir tersebut. Masuklah kami menuju jalan setapak melewati ladang warga. “Ah kalo Cuma jalan landai gini mah gampang” batinku dalam hati

Tapi ternyata aku salah. Kami harus melewati bukit-bukit berbatu tajam khas kontur bukit di Gunungkidul. Setelah itu kami harus naik turun bukit yang membuat aku sempat hopeless dan memaki dalam hati karena nggak sampai-sampai. Akupun Cuma bisa mbatin, kenapa sih jarak sekilonya orang di desa itu beda. Mereka bilang deket lokasi pantainya. Tapi aku bilang jaaaauuuuh, gak sampai-sampai. Meskipun begitu kami tetap melanjutkan perjalanan. Gak lucu dong udah mau sampai malah balik lagi.

Jalan trekking melewati ladang warga
Setelah trekking yang cukup melelahkan, kamipun sampai di pantai tujuan. Ternyata gak se sepi bayanganku. Mungkin lagi musim liburan, jadi banyak pengunjung yang datang kesana. Terlihat beberapa tenda yang masih terpasang di pinggir pantai. Bahkan ketika kami pulang, ada rombongan sekolah yang mau ngadain pramuka dan camping disana. Wow makin tenar aja Pantai Greweng ini.

Hal yang menarik dari pantai ini menurutku adalah view pantai yang di kanan kirinya terdapat baru karang atau tebing yang menjadikan foto di Pantai Greweng ini menjadi sangat khas banget. Overall, aku gak terlalu kecewa dengan pemandangannya. Air lautnya memanjakan mata dengan warnanya kehijau tosca-an. Langit siangnya biru banget dihiasi dengan awan-awan putih. Bibir pantainya juga berpasir putih bersih dan gak terlalu banyak sampah. Sayangnya ketika aku bersantai-santai di deket tebing, kucium aroma-aroma air kencing. Pasti ada yang pipis di sekitar situ, aku yakin. Padahal kan asyik bersantai di deket tebing biar gak kepanasan. Eh malah ada yang pipis disana, membuat orang-orang kan males duduk deket-deket tebing. 

Pantainya masih alami dan pasirnya masih putih bersih 
Sedihnya pas kesana itu angin lagi kenceng, ombak pun cukup besar sehingga niat hati pengen berenang pun harus ditunda dulu. Cukup bermain-main air sambil lari-larian ngejar ombak. Ngeri juga kalau sampai ke tengah dan kegulung ombak yang cukup menegangkan. Lucunya, orang yang datang ke Pantai itu malah kebanyakan Cuma foto-foto aja. Palingan Cuma basahin kaki pake air pantai. Ya gapapa sih, tapi kan udah jauh-jauh dan capek-capek trekking, kok ya gak nyobain rasanya badan kena airnya Pantai Greweng yang dingin dingin asin. Kalau emang pengen foto-fotoan di pantai sih mending mainnya ke Pantai lainnya yang gak perlu trekking lama.

Berfoto di Pantai pun tidak ketinggalan

Jadi setelah berkunjung ke pantai ini semua ekspektasiku terpatahkan. Pantai Greweng itu sepi, alami, dan bisa buat berenang itu salah besar. Di bilang sepi juga nggak, apalagi kalo kamu kesininya pas waktu liburan. Masih alami pun juga bukan, karena di beberapa titik banyak sampah dan orang suka pipis sembarangan. Tapi view pantainya masih alami sih IYA. Lalu pantainya bisa buat berenang? Mungkin main air sih Iya, bukan buat berenang sampai ke tengah juga karena ombaknya agak gede.

Cuma main di pinggiran pantai aja

Lalu kalau ditawari main ke Pantai Greweng lagi mau nggak? Mungkin nggak deh, aku udah capek ke pantai yang trekking-nya cukup panjang. Apalagi naik turun. Kalau ke pantai lainnya yang masih baru dan belum pernah kesana serta harus trekking tapi worth it sih mungkin masih mau ya.

Kalau soal fasilitas sih di Pantai Greweng ini cukup memadai. Ada kamar mandi yang bisa buat bilas atau ganti baju, warung makan dengan aneka menu dan menjual rokok dong, hingga ada camping area. Pantai Greweng ini memang cocok untuk camping. Biasanya sih ada retribusi khusus bagi wisatawan yang mau camping.

Pulang dari Pantai Greweng, kami bertemu dengan pengunjung lainnya. Seperti aku yang merasa lelah di tengah-tengah trekking menuju ke Pantai Greweng, mereka pun selalu bertanya “Mbak udah mau nyampe belum ya?” Kamipun menjawab ”Dikit lagi kok, semangat”
Padahal juga masih jauh. Hehehe



Kawasan wisata Pantai Selatan di Bantul Yogyakarta udah semuanya aku kunjungi. Kesimpulannya, kawasan wisata pantai disana gak cocok untuk main air. Tapi pantai-pantai di Bantul punya daya tarik tersendiri. Meskipun wisatawan yang datang ke pantai dilarang untuk berenang, mereka bisa melakukan aktivitas lain yang tak kalah seru. Misalnya naik kuda di pinggir pantai, naik ATV bersama teman, berfoto dengan sunset yang indah, hingga mencicipi seafood yang lezat. 


Tapi gak semua pantai selatan di daerah Bantul menyajikan hidangan seafood. Beberapa pantai selatan yang terkenal wisata kuliner seafood nya adalah Pantai Depok, Pantai Goa Cemara, hingga Pantai Baru. Biasanya sih orang-orang yang memang ingin menikmati hidangan kuliner seafood di Pantai Selatan Jogja maka mereka akan pergi ke Pantai Depok. Pantai Depok memang terkenal sebagai pantai nelayan. Kalau kesana kamu bisa melihat perahu-perahu milik nelayan di sepanjang bibir pantai. Selain itu disana juga ada tempat pelelangan ikan. Jadi kamu yang pengen beli ikan segar bisa langsung kesana. Tapi kalau untuk makan-makan seafood bersama keluarga atau teman-teman maka lebih baik ke Pantai Baru. Pantai Depok menurutku kurang bersih, bau amis khas ikan, hingga aku sendiri kurang sreg dengan masakannya disana setelah beberapa kali mencoba makan seafood disana. 


Pantai Baru lokasinya masih masuk daerah Bantul dan berada di wilayah paling barat dari jajaran Pantai Selatan. Hal menarik yang bisa kamu lihat ketika ke Pantai Baru ini adalah disana ada beberapa kincir angin yang berfungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH). Dulunya listrik dari PLTH dipakai untuk kebutuhan listrik di warung-warung disana. Tapi apakah sekarang masih berfungsi atau tidak akupun kurang tahu.


Memasuki area Pantai Baru pengunjung akan dikenakan biaya retribusi Rp 6000 per orangnya. Lalu tak jauh dari pos retribusi kamu akan menemukan lokasi Pantai Baru. Pantai Baru juga ditumbuhi dengan pohon cemara udang seperti yang ada di Pantai Goa Cemara. Namun di Pantai Baru jumbah pohon cemara udangnya tidak sebanyak disana. Tapi paling tidak kalau kamu kesana waktu siang hari udara panas tidak terlalu terasa karena rimbunnya pohon cemara. Fasilitas yang ada di Pantai Baru pun cukup lengkap mulai dari kamar mandi, mushola, warung makan, parkir luas, hingga ada juga ATV buat berkeliling pantai. 


Waktu sampai di wilayah pantai akupun langsung menuju ke warung-warung makan yang menawarkan sajian seafood. Awalnya sempat bingung untuk memilih warung yang mana. Kemudian seorang ibu-ibu menghampiri kami dan menawarkan menu seafood disana sambil memperlihatkan ikan-ikan segar yang disimpan di sebuah box. Setelah mendengarkan penjelasan ibunya, akhirnya kami memilih untuk makan ikan cakalang bakar, seporsi cumi udang manis pedas yang harganya hanya Rp 20.000 dan tumis kangkung segar Rp 6000.


Cakalang  Bakar

Cumi Pedes Manis


Sayangnya aku kesana cuma berdua, jadi kalau dihitung-hitung lebih mahal harganya. Soalnya biasanya harga ikan akan dibanderol per kilonya. Namun karena datang cuma berdua, maka Ibu pemilik warung menawarkan paket nasi+minum+cakalang bakar dengan harga Rp 18.000 per porsinya. Setelah memesan makanan, akupun mencari tempat duduk yang nyaman. Di depan warung sudah tersedia meja dan tikar yang disediakan pemilik warung. Namun karena saat itu anginnya sedang besar dan aku kurang enak badan maka akhirnya aku memilih untuk makan di area dalam warung makan. 


Warung Makan Pilihan


Sekitar 30 menit aku menunggu makanan dimasak dan disajikan. Karena aku ngantuk, akupun sempat tertidur cukup pulas sewaktu menunggu makanan datang. Lapar dan ngantuk emang dua hal yang buat mood ku berantakan, maka tidur dulu adalah solusinya. Setelah makanan datang, akupun bangun dan senyum-senyum sendiri melihat makanan yang sudah siap disantap. Sebagai penggemar berat makanan laut maka aku selalu bahagia ketika bisa makan seafood. 


Di luar ekspektasiku yang kukira kami akan mendapatkan ikan cakalang berukuran kecil, ternyata yang dihidangkan adalah ikan cakalang dengan ukuran cukup besar. Apalagi porsi kangkung dan cumi udang pedas manis yang ku pesan juga tak kalah banyak. Ronde pertama aku habiskan ikan cakalang bakar dengan sambal kecap yang diberi potongan cabai dan suyur kangkung dengan porsi banyak. Terasa banget ikan cakalang diberi bumbu khusus ketika dibakar, bukan Cuma sekedar dibaluri kecap kemudian dibakar. Lalu setelah habis cakalang yang ada di piring, kemudian ronde kedua aku berjuang menghabiskan cumi udang yang ternyata didalamnya juga diberi potongan nanas. Aku jadi keinget masakannya umi dirumah. Biasanya kalau bosan masak cumi, diolah dengan cara dimasak pedas manis dan tak lupa diberi potongan nanas. Tapi untuk ronde yang kedua ini aku akhirnya menyerah. Meskipun dimakan untuk dua orang, kami gak bisa menghabiskannya.



Selesai makan, kamipun berjalan-jalan di area pantai. Terlihat beberapa orang asyik bermain di bibir pantai. Tapi mereka tidak berani berenang karena ombaknya yang besar. Akupun mencari spot nyaman untuk istirahat dan menemukan onggokan pohon mati yang biasa digunakan duduk. Untuk beberapa saat kami bersantai disana. Menurunkan makanan yang memenuhi perut, mengobrol tentang kegelisahan masing-masing, hingga menikmati suasana pantai yang hari itu tidak terlalu banyak dikunjungi wisatawan.