Posong, sebuah tempat yang indah untuk menikmati pemandangan alam pegunungan.

Udah lama aku mendengar suatu nama daerah di Temanggung yang katanya penghasil kopi. Nama daerahnya adalah Posong. Jaraknya sih gak jauh dari Yogyakarta. Sekitar kurang dari 3 jam perjalanan menggunakan motor. Bagiku Posong menjadi lokasi wisata alternatif yang sangat rekomended buat dikunjungin ketika udah bosen mengeksplore wisata-wisata yang ada di Yogyakarta.

Pertama kali ke Posong langsung kagum dengan Kota Temanggung yang rapih dan cantik banget. Menurutku Temanggung ini liveable banget. Kotanya cantik tertata rapi dan ekonominya pun menggeliat. Pagi harinya ketika sepulang dari Posong bahkan aktivitas ekonomi para petani tembakau bisa dilihat di pinggir-pinggir jalan. Melihat mereka bekerja dengan latar belakang pegunungan cukup membuatku bahagia. Ah begitu damai rasanya tinggal di Temanggung. Pikirku sih begitu waktu main kesana.

Lokasi wisata Posong sebenernya cukup mudah untuk ditemukan. Bermodalkan dengan Google Maps, lokasinya mudah untuk dijangkau. Apalagi buat yang udah sering pergi ke Dieng lewat Kota Temanggung. Mungkin sudah tidak asing lagi dengan rute menuju Posong melewati rute ke arah Dieng jika dari Jogja. Buat yang dari Jogja, rute paling mudah yaitu mengikuti jalan Jogja-Magelang. Setelah itu ketika ada di pertigaan daerah Secang belok ke kiri. Kalo lurus terus kan berarti jalan menuju Semarang. Nah setelah itu baru ikuti jalan sampai kamu tiba di Temanggung Kota. Kamu akan melewati alun-alunnya yang indah. Jarak Posong dari Kota Temanggung juga gak terlalu jauh dan mudah banget ditemukan lewat maps. Jadi langsung saja ikuti petunjuk yang ada di maps. Nanti jika sudah memasuki daerah Posong, gapura masuknya ada di kanan jalan besar. Kamu harus masuk dulu ke sebuah perkampungan. Nah setelah masuk sekitar 100 meter akan ada loket masuk ke wisata Posong. Dari pos itu kamu bisa langsung membayar tiket dan langsung naik ke atas jika kamu naik motor. Namun kalau menggunakan mobil berarti harus menyewa jasa ojek motor karena akhir-akhir ini sedang ada perbaikan jalan menuju ke lokasi wisata.

Tiket masuk ke wisata Posong sebesar 10 ribu rupiah per orangnya. Kalo ingin camping disana menggunakan tenda sendiri harus membayar lagi sebesar sekitar 60 ribuan per orang. Kamu tinggal menempati tenda-tenda yang udah disediakan oleh pengelola disana. Tapi kalau punya tenda sendiri boleh banget dibawa saat kesana karena biayanya akan lebih murah lagi tentunya. Kalau kamu tipe orang yang tidak tahan dengan hawa dingin, lebih baik menginap di homestay yang banyak tersedia di sekitar Posong. Bahkan tepat di depan loket wisata Posong ada homestay reccomended yang murah dan ramah pemiliknya. Harganya sekitar 150ribu hingga 200 ribu per kamar. Jadi enak kan kalo ingin main ke Posong ramai-ramai. Gak perlu keluar duit banyak deh.


camping ditengah kebun kopi
Setelah melewati loket masuk pembayaran, kamu harus naik  lagi ke atas sekitar 1 km – 2 km menuju lokasi wisata Posong yang disana bakal terlihat Gunung Sindoro dan Sumbing yang gagah. Perjalanan naik ini yang cukup berat karena diperlukan skill berkendara dan kondisi motor yang prima. Namun jalannya sudah bagus dan di kanan kirinya terdapat perkebunanan milik warga.
Ketika sudah sampai di gardu pandang Posong, aku langsung kagum dengan keindahan Gunung Sindoro Sumbing yang gagah. Keren banget. Waktu itu langsung mikir “kalo males naik gunung lagi, kayaknya Posong bisa jadi obat kangen dengan suasana Gunung”

Pemandangan disana emang bener-bener indah. Bahkan jika beruntung pun kamu bisa lihat lautan awan. Pertama kali kesana aku ngerasa lucky banget karena bisa lihat sunrise yang indah banget dan dapet lautan awan yang yahuuuuuud. Tapi pemandangan Gunungnya agak-agak ketutup awan jadi gak begitu jelas. Namun waktu kali kedua aku kesana agak kecewa karena lautan awannya gak nampak lagi. Tapi sunrise nya bener-bener pecahhhh sih. Bagus banget deh pokoknya.







Jika sudah cukup capek ngeliatin pemandangan di gardu pandang, kamu bisa duduk-duduk di gazebo yang banyak disediakan disana. Kalau aku sih lebih milih duduk di warung yang buka dan pesen kopi Temanggung sambil makan tempe kemul favoritku dilengkapi dengan indomie rebus pake telor. Duh rasanya udah nikmat banget deh. Apalagi makan dengan liat view gunung. Makin menambah kenikmatan semangkuk indomie telor. Sayangnya gak banyak warung yang buka. Padahal waktu aku kesana juga pas weekend. Aku heran sendiri kenapa diantara banyak warung Cuma beberapa aja yang buka ya.


Kopi Temanggung dan Tempe Kemul

Wisata Posong ini cukup bisa mengobati rasa kangenku pada Gunung. Sekarang udah males banget buat naik Gunung. Tapi suasana wisata di Gunung yang dingin dingin menyenangkan itu gak bisa tergantikan dengan berkunjung ke tempat wisata lain. Dan Posong ini bisa mengobati rasa kangenku itu.
Apalagi tempat wisata Posong ini sudah dikelola dengan baik. Fasilitas disana lengkap banget mulai dari kamar mandi, gazebo, mushola, parkir luas, camping ground, sampai petugas-petugasnya pun ramah dan sigap.




Gak cuma jadi wisata buat anak muda, Posong ini bisa dikunjungi dengan keluarga. Bahkan orang tua yang udah gak kuat jalan jauh aja bisa diajak kesana. Karena kamu gak perlu naik atau jalan kaki lama-lama seperti kalo pergi ke wisata pegunungan gitu. Kamu cukup jalan dari parkir motor ke gardu pandangnya. Cuma selangkah aja lah. Makannya wisata ini ramai banget katanya kalau libur lebaran tiba. Karena jadi tempat wisata andalan buat keluarga-keluarga. Bahkan juga seringkali digunakan buat acara-acara camping satu kantor gitu.

Pokoknya kalo kesana kudu lihat sunrise-nya. Kalo kamu dari Jogja, bisa berangkat pas siang hari biar sampai sana sore. Malemnya tinggal santai api unggunan sama ngobrol bareng temen. Kalo kamu di jalannya pas malem hari, siap-siap kedinginan di perjalanan.

Jadi kamu tertarik juga gak ke Posong?

Bibir Pantai Greweng


Musim kemarau emang paling bener buat jalan-jalan ke Pantai. Cuacanya cerah, langit kelihatan lebih biru, ombaknya pun bersahabat. Apalagi kalau ngecamp di pantai malam harinya pasti pemandangan bintang bertaburan yang membentuk milkyway jadi kelihatan jelas. Mumpung masih dalam suasana liburan dan belum disibukkan dengan tugas akhir, muncul ide buat jalan-jalan ke pantai. Kali ini yang dikunjungi adalah pantai di Gunungkidul yang masih agak sepi yaitu Pantai Greweng. Sebenernya aku cuma pengen menuntaskan ekspektasiku akan pantai yang satu ini yang dalam bayanganku pantainya masih alami, sepi, dan bisa dibuat berenang.

Well, setelah berlelah-lelahan camping di Bukit Pengilon pada waktu yang salah. Harusnya kami kesana pas akhir musim hujan biar bisa lihat bukitnya yang masih hijau, tapi malah kesana waktu kemarau dan semuanya kelihatan gersang. Akhirnya akupun pengen lanjut eksplore salah satu pantai di sekitar Gunungkidul yang masih kelihatan bagus. Waktu itu yang ada di benakku ada dua pantai yaitu Pantai Wediombo dan Pantai Jungwok. Dua pantai itu lokasinya samping-sampingan. Pas udah masuk ke kawasan wisata pantai, kami belum memutuskan untuk pergi ke pantai mana. Lalu terngiang nama Pantai Greweng. Pantai Greweng juga satu lokasi dengan Pantai Wediombo dan Pantai Jungwok. Namun ketika mau masuk ke jalan kecil menuju Pantai Greweng, ternyata sedang ada perbaikan jalan. Akhirnya kami memutuskan untuk ke Pantai Wediombo. Tapi setelah sampai di parkiran, lokasi wisata pantai di Jogja yang sudah terkenal itu penuh dengan mobil dan motor. It means pantainya lagi rame. Aku males dong dan akhirnya memutuskan untuk balik lagi mencari jalan lain menuju Pantai Greweng.

Akhirnya kami menitipkan kendaraan di sekitar lokasi parkir Pantai Jungwok. Waktu kami menanyakan arah menuju ke Pantai Greweng, Bapak penjaga parkiran bilang kalau kami harus trekking satu kilometer melewati jalan kecil yang sudah ada papan petunjuknya. Sebenarnya ada jalan yang lebih dekat. Tapi berhubung waktu itu sedang di aspal, jadilah kami harus berjalan lebih jauh. Tapi Di pikiranku ya jarak sekilo mungkin gak terlalu berat ya. Agar semakin ringan ketika trekking, kami menitipkan barang yang nggak perlu di bawa di warung sekaligus tempat parkir tersebut. Masuklah kami menuju jalan setapak melewati ladang warga. “Ah kalo Cuma jalan landai gini mah gampang” batinku dalam hati

Tapi ternyata aku salah. Kami harus melewati bukit-bukit berbatu tajam khas kontur bukit di Gunungkidul. Setelah itu kami harus naik turun bukit yang membuat aku sempat hopeless dan memaki dalam hati karena nggak sampai-sampai. Akupun Cuma bisa mbatin, kenapa sih jarak sekilonya orang di desa itu beda. Mereka bilang deket lokasi pantainya. Tapi aku bilang jaaaauuuuh, gak sampai-sampai. Meskipun begitu kami tetap melanjutkan perjalanan. Gak lucu dong udah mau sampai malah balik lagi.

Jalan trekking melewati ladang warga
Setelah trekking yang cukup melelahkan, kamipun sampai di pantai tujuan. Ternyata gak se sepi bayanganku. Mungkin lagi musim liburan, jadi banyak pengunjung yang datang kesana. Terlihat beberapa tenda yang masih terpasang di pinggir pantai. Bahkan ketika kami pulang, ada rombongan sekolah yang mau ngadain pramuka dan camping disana. Wow makin tenar aja Pantai Greweng ini.

Hal yang menarik dari pantai ini menurutku adalah view pantai yang di kanan kirinya terdapat baru karang atau tebing yang menjadikan foto di Pantai Greweng ini menjadi sangat khas banget. Overall, aku gak terlalu kecewa dengan pemandangannya. Air lautnya memanjakan mata dengan warnanya kehijau tosca-an. Langit siangnya biru banget dihiasi dengan awan-awan putih. Bibir pantainya juga berpasir putih bersih dan gak terlalu banyak sampah. Sayangnya ketika aku bersantai-santai di deket tebing, kucium aroma-aroma air kencing. Pasti ada yang pipis di sekitar situ, aku yakin. Padahal kan asyik bersantai di deket tebing biar gak kepanasan. Eh malah ada yang pipis disana, membuat orang-orang kan males duduk deket-deket tebing. 

Pantainya masih alami dan pasirnya masih putih bersih 
Sedihnya pas kesana itu angin lagi kenceng, ombak pun cukup besar sehingga niat hati pengen berenang pun harus ditunda dulu. Cukup bermain-main air sambil lari-larian ngejar ombak. Ngeri juga kalau sampai ke tengah dan kegulung ombak yang cukup menegangkan. Lucunya, orang yang datang ke Pantai itu malah kebanyakan Cuma foto-foto aja. Palingan Cuma basahin kaki pake air pantai. Ya gapapa sih, tapi kan udah jauh-jauh dan capek-capek trekking, kok ya gak nyobain rasanya badan kena airnya Pantai Greweng yang dingin dingin asin. Kalau emang pengen foto-fotoan di pantai sih mending mainnya ke Pantai lainnya yang gak perlu trekking lama.

Berfoto di Pantai pun tidak ketinggalan

Jadi setelah berkunjung ke pantai ini semua ekspektasiku terpatahkan. Pantai Greweng itu sepi, alami, dan bisa buat berenang itu salah besar. Di bilang sepi juga nggak, apalagi kalo kamu kesininya pas waktu liburan. Masih alami pun juga bukan, karena di beberapa titik banyak sampah dan orang suka pipis sembarangan. Tapi view pantainya masih alami sih IYA. Lalu pantainya bisa buat berenang? Mungkin main air sih Iya, bukan buat berenang sampai ke tengah juga karena ombaknya agak gede.

Cuma main di pinggiran pantai aja

Lalu kalau ditawari main ke Pantai Greweng lagi mau nggak? Mungkin nggak deh, aku udah capek ke pantai yang trekking-nya cukup panjang. Apalagi naik turun. Kalau ke pantai lainnya yang masih baru dan belum pernah kesana serta harus trekking tapi worth it sih mungkin masih mau ya.

Kalau soal fasilitas sih di Pantai Greweng ini cukup memadai. Ada kamar mandi yang bisa buat bilas atau ganti baju, warung makan dengan aneka menu dan menjual rokok dong, hingga ada camping area. Pantai Greweng ini memang cocok untuk camping. Biasanya sih ada retribusi khusus bagi wisatawan yang mau camping.

Pulang dari Pantai Greweng, kami bertemu dengan pengunjung lainnya. Seperti aku yang merasa lelah di tengah-tengah trekking menuju ke Pantai Greweng, mereka pun selalu bertanya “Mbak udah mau nyampe belum ya?” Kamipun menjawab ”Dikit lagi kok, semangat”
Padahal juga masih jauh. Hehehe



Kawasan wisata Pantai Selatan di Bantul Yogyakarta udah semuanya aku kunjungi. Kesimpulannya, kawasan wisata pantai disana gak cocok untuk main air. Tapi pantai-pantai di Bantul punya daya tarik tersendiri. Meskipun wisatawan yang datang ke pantai dilarang untuk berenang, mereka bisa melakukan aktivitas lain yang tak kalah seru. Misalnya naik kuda di pinggir pantai, naik ATV bersama teman, berfoto dengan sunset yang indah, hingga mencicipi seafood yang lezat. 


Tapi gak semua pantai selatan di daerah Bantul menyajikan hidangan seafood. Beberapa pantai selatan yang terkenal wisata kuliner seafood nya adalah Pantai Depok, Pantai Goa Cemara, hingga Pantai Baru. Biasanya sih orang-orang yang memang ingin menikmati hidangan kuliner seafood di Pantai Selatan Jogja maka mereka akan pergi ke Pantai Depok. Pantai Depok memang terkenal sebagai pantai nelayan. Kalau kesana kamu bisa melihat perahu-perahu milik nelayan di sepanjang bibir pantai. Selain itu disana juga ada tempat pelelangan ikan. Jadi kamu yang pengen beli ikan segar bisa langsung kesana. Tapi kalau untuk makan-makan seafood bersama keluarga atau teman-teman maka lebih baik ke Pantai Baru. Pantai Depok menurutku kurang bersih, bau amis khas ikan, hingga aku sendiri kurang sreg dengan masakannya disana setelah beberapa kali mencoba makan seafood disana. 


Pantai Baru lokasinya masih masuk daerah Bantul dan berada di wilayah paling barat dari jajaran Pantai Selatan. Hal menarik yang bisa kamu lihat ketika ke Pantai Baru ini adalah disana ada beberapa kincir angin yang berfungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH). Dulunya listrik dari PLTH dipakai untuk kebutuhan listrik di warung-warung disana. Tapi apakah sekarang masih berfungsi atau tidak akupun kurang tahu.


Memasuki area Pantai Baru pengunjung akan dikenakan biaya retribusi Rp 6000 per orangnya. Lalu tak jauh dari pos retribusi kamu akan menemukan lokasi Pantai Baru. Pantai Baru juga ditumbuhi dengan pohon cemara udang seperti yang ada di Pantai Goa Cemara. Namun di Pantai Baru jumbah pohon cemara udangnya tidak sebanyak disana. Tapi paling tidak kalau kamu kesana waktu siang hari udara panas tidak terlalu terasa karena rimbunnya pohon cemara. Fasilitas yang ada di Pantai Baru pun cukup lengkap mulai dari kamar mandi, mushola, warung makan, parkir luas, hingga ada juga ATV buat berkeliling pantai. 


Waktu sampai di wilayah pantai akupun langsung menuju ke warung-warung makan yang menawarkan sajian seafood. Awalnya sempat bingung untuk memilih warung yang mana. Kemudian seorang ibu-ibu menghampiri kami dan menawarkan menu seafood disana sambil memperlihatkan ikan-ikan segar yang disimpan di sebuah box. Setelah mendengarkan penjelasan ibunya, akhirnya kami memilih untuk makan ikan cakalang bakar, seporsi cumi udang manis pedas yang harganya hanya Rp 20.000 dan tumis kangkung segar Rp 6000.


Cakalang  Bakar

Cumi Pedes Manis


Sayangnya aku kesana cuma berdua, jadi kalau dihitung-hitung lebih mahal harganya. Soalnya biasanya harga ikan akan dibanderol per kilonya. Namun karena datang cuma berdua, maka Ibu pemilik warung menawarkan paket nasi+minum+cakalang bakar dengan harga Rp 18.000 per porsinya. Setelah memesan makanan, akupun mencari tempat duduk yang nyaman. Di depan warung sudah tersedia meja dan tikar yang disediakan pemilik warung. Namun karena saat itu anginnya sedang besar dan aku kurang enak badan maka akhirnya aku memilih untuk makan di area dalam warung makan. 


Warung Makan Pilihan


Sekitar 30 menit aku menunggu makanan dimasak dan disajikan. Karena aku ngantuk, akupun sempat tertidur cukup pulas sewaktu menunggu makanan datang. Lapar dan ngantuk emang dua hal yang buat mood ku berantakan, maka tidur dulu adalah solusinya. Setelah makanan datang, akupun bangun dan senyum-senyum sendiri melihat makanan yang sudah siap disantap. Sebagai penggemar berat makanan laut maka aku selalu bahagia ketika bisa makan seafood. 


Di luar ekspektasiku yang kukira kami akan mendapatkan ikan cakalang berukuran kecil, ternyata yang dihidangkan adalah ikan cakalang dengan ukuran cukup besar. Apalagi porsi kangkung dan cumi udang pedas manis yang ku pesan juga tak kalah banyak. Ronde pertama aku habiskan ikan cakalang bakar dengan sambal kecap yang diberi potongan cabai dan suyur kangkung dengan porsi banyak. Terasa banget ikan cakalang diberi bumbu khusus ketika dibakar, bukan Cuma sekedar dibaluri kecap kemudian dibakar. Lalu setelah habis cakalang yang ada di piring, kemudian ronde kedua aku berjuang menghabiskan cumi udang yang ternyata didalamnya juga diberi potongan nanas. Aku jadi keinget masakannya umi dirumah. Biasanya kalau bosan masak cumi, diolah dengan cara dimasak pedas manis dan tak lupa diberi potongan nanas. Tapi untuk ronde yang kedua ini aku akhirnya menyerah. Meskipun dimakan untuk dua orang, kami gak bisa menghabiskannya.



Selesai makan, kamipun berjalan-jalan di area pantai. Terlihat beberapa orang asyik bermain di bibir pantai. Tapi mereka tidak berani berenang karena ombaknya yang besar. Akupun mencari spot nyaman untuk istirahat dan menemukan onggokan pohon mati yang biasa digunakan duduk. Untuk beberapa saat kami bersantai disana. Menurunkan makanan yang memenuhi perut, mengobrol tentang kegelisahan masing-masing, hingga menikmati suasana pantai yang hari itu tidak terlalu banyak dikunjungi wisatawan. 

 
In the middle of sunflowers

Hari Minggu biasanya aku lebih suka menghabiskan waktu di kamar, bersih-bersih, goler-goler, nonton, atau nge-list hal-hal yang harus dilakuin seminggu kedepan. Biasanya males kalo diajak main jauh waktu Hari Minggu, bagiku sih Hari Minggu itu waktunya nge-charge energi buat aktivitas seminggu kedepan. Soalnya sering nih kalo Hari Mingguku berantakan atau over activity, Seninnya jadi gak produktif.

Tapi beda lagi ceritanya kalo diajak main ke tempat-tempat yang deket di Hari Minggu. Kebetulan waktu Hari Minggu itu aku lagi selow dan juga males mau ngapa-ngapain, makannya waktu diajakin jalan-jalan sekaligus hunting foto di lokasi yang deket ya mau-mau aja. Awalnya rencananya di siang hari mau jeguran di salah satu curug yang ada di Bantul. Tapi ya namanya rencana, ada aja kendalanya. Ndilalah si Mada yang ngide buat jalan-jalan ketiduran, terus hari sudah terlalu sore buat jeguran. Akhirnya ide jalan pun tetap di gas tapi beda tujuan. Tujuannya berubah ke Pantai Goa Cemara di Bantul, Yogyakarta. 

Setelah empat orang yang super ribet (Aku, Mada, Wahyu, Nisa) akhirnya bisa ngumpul, kami pun langsung berangkat ke arah Pantai Goa Cemara. Meskipun aku udah berkali-kali main ke Pantai Goa Cemara, bodohnya aku yang emang lemah di navigasi, selalu mengandalkan bantuan GPS. Google Maps pun mengarahkan kami ke arah Pantai Goa Cemara yang melewati pintu gerbang utama. Jadinya kami pun harus bayar tiket masuk. Padahal kalo lewat jalan desa bisa jadi kan kami gak bayar tiket masuknya, hehehe. Dasar jiwa-jiwa mahasiswa yang sukanya gratisan!

Okelah tak apa bayar tiket masuk, batinku. Setelah melewati pintu gerbang masuk area wisata pantai, kami lewat jalan Pantai Samas dan menemukan keindahan lainnya disana. Hamparan kebun bunga matahari menarik perhatian Mada kala itu yang emang lagi pengen-pengennya hunting foto syantik ala-ala karena dia lagi bawa perlengkapan lighting dan lensa tele 200mm. Kamipun mengiyakan aja waktu diajak mampir ke kebun bunga matahari itu. Mungkin beda ceritanya kalau tadi lewat jalan desa ya gak jadi ke kebun bunga matahari. Di jalan Pantai Samas itu ada beberapa kebun bunga matahari yang gak gratis tentunya untuk bisa foto-foto disana. Kami berhenti di salah satu kebun bunga matahari Bantul yang letaknya di kiri jalan atau di bagian selatan. 

Setelah memarkirkan kendaraan dengan rapi, kami disambut dengan basa-basi penjaga wisata yang ramah. Tiket masuknya Rp 5000 per orang dan disediakan beberapa properti seperti topi yang bisa digunakan untuk berfoto. Sebenarnya kebun bunga matahari Pantai Samas tidak terlalu luas. Namun dikelola dengan baik oleh warga setempat. Bunga-bunganya kelihatan segar dan tumbuh besar. Beberapa area juga ditanami cabai dan tumbuhan lainnya. Kalau untuk foto-foto sudah cukup indah dan instagram-able lah. Cocok untuk mengisi kekosongan feed instagrammu dengan biaya yang murah. 

Waktu kami memasuki area kebun bunga matahari terlihat beberapa orang yang befoto dengan kamera DSLR. Beberapa diantaranya asyik mengambil foto selfie dengan kamera hengpong. Sore hari memang waktu yang tepat untuk berfoto disana. Cahaya matahari yang cukup, udara yang oke, ditambah dengan background yang natural akan membuat hasil fotomu terlihat kekinian seperti yang kamu lihat di akun-akun Instagram anak hits Jogja. Lebih ciamik lagi kalo kamu fotonya sedikit lebih niat dengan bantuan lighting tambahan, lensa yang bisa bokeh-bokehan, dan man behind the gun yang handal. Pasti hasilnya bisa bikin iri temen-temenmu dan mereka otomatis juga pengen diajakin kesana biar bisa dapet foto kayak gitu. Tapi pas kamu fotoin mereka pake kamera hengpong, ternyata hasilnya gak sesuai ekspektasi mereka. Hehehe



Lagi sibuk mengatur alat sebelum foto

Awal-awal kami coba hunting foto disana, gak terlalu banyak orang yang datang sehingga background bisa bersih dari orang-orang. Atau istilah lainnya gak ada noise waktu ambil foto. Aku yang emang gak niat buat jadi modelnya, dipaksa buat jadi model karena mereka gak punya pilihan lain selain Aku dan Nisa. Kalau tau jadi kelinci percobaan jadi model mah minimal aku gak pake baju komunitas dan niat dikit pake lipstik yang agak cetar. Ya tapi gak masalah sih karena hasil fotonya pun cakep banget. Fotonya pun terasa natural karena aku ngerasa ya itu foto serasa aku banget. Gaya casual dengan minimalis makeup dengan senyum dikit dan hasilnya tetep keliatan bening. Hahaha proud of them, Mada dan Wahyu, man behind the gun.


Foto pas masih sepi nih


Udah agak rame tapi masih bagus


Peralatan tempur yang dipake Mada yaitu kamera kesayangannya Canon 70D ditambah dua buah flash dan satu tripod untuk flash. Alasan kenapa Mada ngebet ngajak hunting karena dia lagi megang lensa tele ciamik 200mm yang emang hasilnya bikin senyum-senyum sendiri. Nagih banget difoto pake lensa ini dengan tambahan flash yang buat foto makin cetar. Waktu itu flash disetting di area belakang objek dengan bantuan tripod, sedangkan flash satunya ditembak dari depan sebelah kanan atau kiri objek tanpa bantuan tripod. Jadi ya harus gantian megangin flash dari depan. Aku yang gak terlalu ngerti buat ngatur flash ya Cuma bantu pegangin aja. Sisanya mereka yang ngatur.

Mada dan Wahyu ini emang udah sering motret. Jadi ya hasilnya gak usah diragukan lagi. Biasanya mereka kerja bareng buat motret wisudaan, mantenan, model, dokumentasi, pokoknya job motret apapun bisa lah mengandalkan mereka. Hasil-hasil foto mereka tersimpan rapi di laptop masing-masing, beberapa foto dipamerin di Instagram mereka @madadane_ dan @wahyuhp. Kalau butuh fotografer wedding Jogja, fotografer wisuda Jogja atau jasa sewa fotografer freelance Jogja bisa banget menghubungi mereka langsung di Instagram masing-masing. 


Gak bakat pose nih, kaku banget :')

Gak mau lama-lama jadi model yang diarahin ini-itu, akhirnya gantian si Nisa yang jadi modelnya. Aku sibuk dengan duniaku sendiri. Nyoba-nyoba motret pake kamera Sony A6000 ku yang sampai detik ini pun aku masih sering bingung cara maksimalin fitur-fiturnya. Parahnya, setelah aku capek-capek motret, aku salah mencet tombol dan semua data yang ada di memori kamera itu HILANG LANG LANG. how stupid I am.

Untung aku punya beberapa foto di hengpong. Waktu itu akupun nyoba motret pake Hengpong Xiaomi Redmi 5 Plus dan hasil kamera Xiaomi Redmi 5 Plus ini sebenarnya gak begitu mengecewakan. Di kondisi minim cahaya, karena waktu itu udah sore banget, hasil fotonya tetep bisa bagus. Kamera depan Xiaomi Redmi 5 Plus pun cukup bagus. Walau gak bagus-bagus banget. Hasil video Xiaomi Redmi 5 Plus gimana? Lumayan lah buat dokumentasi. Cukup oke buat dinikmati di layar hape 18:9 yang lagi kekinian itu. Well, aku masih penasaran hasil fotonya Xiaomi Redmi Note 5, hape yang sebenernya pengen dibeli tapi udah beli 5 Plus duluan. Syediiiih. 


Selfie pake Xiaomi Redmi 5 Plus. Kanan after edit di Lightroom mobile, Kiri versi aslik diambil jam set 6 sore


Kamera Belakang Redmi 5 Plus. Atas versi edit Lighroom Mobile, Bawah versi asli diambil jam set 6 sore


Setelah puas berfoto-foto dan kehabisan gaya sampai matahari pun udah mulai tenggelam, kami pun mengakhiri sesi hunting foto tersebut. Rencana ke Pantai Goa Cemara pun hanya wacana semata. Karena tidak mungkin kami lanjut ke pantai tapi hari sudah gelap. Mau lihat ombak pun juga gak keliatan. Padahal sore itu sunset nya indah banget. Aku pun sempet sedih karena gak bisa lihat sunset waktu itu di pantai selatan, the best place to see how beautiful sunset in Jogja. Tapi kuhibur diriku sendiri, “gak papa, masih ada sunset lagi esok hari”

Lebih terhibur lagi waktu Mada ngirim foto hasil jepretan yang masih fresh from the oven ke aplikasi chatting bernama WhatsApp. Hasilnya bener-bener bagus. Mada pun senang udah berhasil nyoba motret make lensanya dengan hasil yang ciamik, aku pun gembira bisa punya foto sebagus itu. Lalu dipaksalah aku buat upload foto itu di Instagram. Kemudian muncullah berbagai macam komentar netijen dengan berbagai macam perspektif yang berbeda. 


candid

Itulah sepenggal kisah hunting di kebun bunga matahari Pantai Samas Bantul yang singkat namun menyenangkan. Pulang dari sana kami ditawari penjaga wisata buat beli biji bunga mataharinya. Aku sih sebenarnya mau, tapi gak punya pekarangan buat menanam bijinya. Ya gimana dong, gak jadi beli deh. Setelah dari kebun bunga itu akhirnya kami pun masih hunting foto lagi buat tugas fotografinya Nisa, tugasnya masih sama kayak tugasku di tahun lalu. Nyari foto slow speed, bulb, freeze, panning. Selesai di kebun bunga matahari, akhirnya kami ke area Malioboro buat bantuin Nisa hunting foto tugasnya itu.





Thanks to Mada and Wahyu for amazing photos, mostly photos in this post are taken by them


foto dari atas mercusuar Pantai Pandansari


Bil pantai mana ya yang deket dan murah”, tulis Viqy di pesan WhatsAppnya

“Pantai Selatan Viq, deket”, Jawabku dengan sekenanya

“Yuk ke pantai”, ajak Viqy

“Ya ayo, ke Pantai Goa Cemara aja yang belum pernah kan kamu”, Kataku sambil berpikir kenapa kok tiba-tiba Viqy ngajak ke Pantai

Beberapa hari setelah percakapan itu, agenda pergi ke pantai kupikir menguap begitu saja. Tapi karena waktu itu hari libur dan aku merasa berdosa kalau nggak jadi ngajak Viqy ke pantai akhirnya kujadikan saja agenda tersebut. Aku tahu waktu itu dia sedang ingin pergi ke pantai Bukan karena dia ingin menikmati keindahan alamnya, namun disetiap perjalanan, akan ada hal yang ingin dia ceritakan. Mengungkapkan keresahan dan kegelisahan yang dia rasakan lewat sebuah perjalanan. Begitulah cara kami saling berbagi.

Niat awal memang ingin ke Pantai Goa Cemara, tapi setelah beberapa saat kupikir-pikir karena kami akan kesana pada waktu hari libur dan pasti Pantai Goa Cemara bakal ramai, akhirnya kuberikan alternatif pantai lainnya yang cukup menarik dikunjungi yaitu Pantai Pandansari. Pantai Pandansari memang dari segi fasilitas memang sangat kurang, namun di pantai itu punya satu keistimewaan yaitu Menara Mercusuarnya yang bisa dikunjungi wisatawan. Jadi buat kamu yang datang kesana bisa naik ke atas mercusuar sambil menikmati pemandangan pantai selatan dari atas mercusuar itu.

Niat awal ke pantai memang ingin menikmati sunset. Jadi waktu itu kami dari Kota Jogja berangkat pukul 3 siang, lalu sampai di lokasi tepat pukul 4 sore. Sampai di kawasan pantai terlihat tidak terlalu banyak wisatawan yang datang, meskipun kala itu hari libur. Sebelum naik ke atas mercusuar, aku mengajak Viqy untuk menikmati bibir pantai sejenak dan duduk-duduk sambil makan jajanan yang sudah dibawa sebelumnya.

Sayangnya, kondisi bibir Pantai Pandansari kurang menarik. Baik untuk dinikmati maupun berfoto. Apalagi ombak di pantai itu yang besar membuat was was pengunjung yang bermain ombak di bibir pantai. Terlihat orang tua selalu sigap menemani anak-anaknya bermain air di bibir pantai sambil berlari-larian kecil ketika ombak mendekat. Untungnya di lokasi Pantai Pandansari sana terdapat banyak pepohonan dan pohon cemara yang membuat teduh lokasi pantai. Jadi ketika kamu kesana pada waktu siang hari pun masih tetep bisa ngadem di bawah pepohonan cemara yang juga dilengkapi beberapa tempat duduk.


Setelah kira-kira satu jam puas menikmati pemandangan pantai di gazebo sambil menghabiskan makanan ringan, akhirnya kamipun beranjak ke atas mercusuar. Ketika akan masuk ke dalam mercussuar, tiba-tiba ada seorang ibuk-ibuk yang datang menghampiri kami dan mengatakan kalau ingin masuk mercusuar harus membayar Rp 5000 per orangnya. Kamipun bingung mau jadi masuk atau tidak ya. Akhirnya Viqy pun sepakat untuk masuk dan menyerahkan uang ke ibunya itu. Dalam hati aku kesel banget ada pungutan liar seperti itu. Padahal dulu waktu pergi kesana juga aku nggak kena biaya masuk segala. Ya iyalah, itukan hampir 4 tahun lalu. Waktu aku kesana sama Mas….. ah sudahlah



Setelah memasuki area dalam mercusuar, tangga-tangga melingkar menyambut kami. Ternyata banyak juga pengunjung yang sudah berada di atas puncak mercusuar sore itu. Ketika menaiki tangga-tangga tersebut, napasku terasa tersengal-sengal karena jumlah tangganya banyak banget. Sesekali aku berhenti untuk mengambil napas sebentar dan menengok pemandangan dari jendela kecil. Betapa indahnya pemandangan pantai yang terlihat dari atas. Setelah itu akupun kembali semangat dan melanjutkan hingga puncak mercusuar.

Sampai di atas puncak mercusuar, angin berhembus dengan kencang. Meskipun aku sudah pernah kesana, aku tetap saja takjub dengan pemandangan yang kulihat dari atas mercusuar. Sepanjang mata memandang, kulihat hamparan pantai selatan membentang. Jika di dari bibir pantai terlihat keganasan ombak pantai selatan, dari atas sini ombak tersebut terlihat tenang. Pemandangan kehijauan di sekeliling  juga terlihat menyejukkan mata. Sayangnya dari atas sini anginnya sangat kencang. Jadi buat kamu yang tidak tahan dingin bisa jadi bakal masuk angin setelah pulang dari puncak mercusuar itu.



Sayangnya sore itu cuacanya mendung berawan. Sunset yang kami nantikan pun tidak terlihat cukup indah. Sebenarnya kamipun sudah tahu bahwa hari akan berawan dan presentase untuk dapat sunset indah kecil sekali. Namun tetap saja kami berangkat dan memang benar dugaan itu. Niat hati ingin melihat sunset, malah kami melewatkannya. Karena angin yang cukup kencang, kami mencari lokasi duduk di sebelah timur mercusuar agar terhindar dari hembusan angin. Beberapa orang juga mulai terlihat turun dari mercusuar, tapi kami malah asyik mengobrol hingga langit terlihat gelap.



Jika kemarin sewaktu aku dan Viqy jalan ke alkid Jogja, akulah yang paling banyak menyampaikan kegelisahanku. Sekarang, berbalik Viqy yang menumpahkan kegelisahan-kegelisahannya. Sebagai temannya kuberikan saran terbaik, menyuruh dia untuk selalu semangat, dan menjalani proses kehidupan ini dengan sabar. Kamipun juga berujung membicarakan pada topik yang entah kenapa semakin sering dibahas untuk orang-orang seusiaku, yaitu Menikah.

Buat Viqy, dia masih siap untuk menuju ke arah sana dalam waktu dekat. Masih banyak pencapaian yang ingin dia raih. Sama dengan dia, akupun belum ingin berencana seserius itu dengan orang dalam waktu setahun atau dua tahun lagi. Padahal dulu ketika aku masih bersama dengan ‘orang itu’, aku merasa siap banget untuk membangun hubungan ke arah itu. Sekarang, entah karena harapanku sudah pupus, aku belum menemukan orang yang membuat hatiku mantap, atau memang aku ingin meraih hal-hal lain, seakan-akan konsep menikah malah semakin kabur dan jauh dari anganku.

Tapi di titik ini malah ada seseorang yang menginginkanku hidup bersamanya. Ah tapi aku tidak bisa menerimanya, terlalu banyak keraguan buatku melangkah. Akupun kadang tidak bisa membedakan apakah memang keraguan ini datangnya dari hatiku atau memang karena aku masih memiliki ‘rasa’ dengan orang yang dulu. Akupun tidak bisa menjawabnya.

Setelah hari semakin gelap dan tinggal kami saja yang berada di puncak menara, akhirnya kamipun bergegas untuk turun dan pulang. Meskipun menaiki anak tangga menuju atas mercusuar lebih menyiksa, namun menuruni anak tangga justru membutuhkan kehati-hatian. Dengan sabar dan penuh hati-hati, akhirnya kami sampai juga di bawah.



Suasana sudah gelap dan pengunjung pun sudah banyak yang pulang. Kami memarkirkan motor di dekat lokasi mercusuar. Namun ternyata kami disuruh bayar parkir lagi setelah mengambil motor. Padahal pada waktu masuk ke area pantai tersebut sudah ditarikin tiket untuk parkir. Ini lah yang menjadi hal yang paling menyebalkan dari tempat wisata. Banyak sekali pungutan liar yang membuat pengunjung nggak nyaman.

Akhirnya kami pulang dengan menggerutu sendiri. Niat hati pengen liburan ke tempat yang dekat dan murah, malah kena pungutan-pungutan liar yang bikin nda ikhlas. Yasudahlah ikhlasin saja yah!



 “Nggak mau ah main ke museum, bosen. Paling juga gitu-gitu aja.” Kata salah seorang perempuan generasi millenial yang terlihat tidak tertarik saat diajak untuk berkunjung ke museum.


Siapa bilang main ke museum itu membosankan?
Mungkin memang kebanyakan museum yang kondisinya tidak terawat di Indonesia terkesan membosankan untuk dikunjungi. Padahal jika di luar negeri, museum merupakan salah satu destinasi wisata favorit untuk dikunjungi. Misalnya saja museum Louvre yang ada di Paris. Museum itu selalu saja ramai dikunjungi oleh pengunjung dari berbagai belahan dunia. Rasanya memang jauh kalau membandingkan kondisi museum di luar negeri yang memang memiliki nilai jual dengan kondisi yang sangat terawat dengan museum-museum yang ada di Indonesia dengan kondisi seadanya dan kurang terawat.
Tapi tak semua museum yang ada di Indonesia membosankan dan tidak menarik untuk dikunjungi, lho. Salah satu kota yang sangat memperhatikan kondisi museum adalah Kota Yogyakarta. Cobalah kamu datang ke Jogja dan pergi ke museum-museum yang ada disana. Kondisi museumnya tidak hanya terawat dengan baik, namun juga memiliki koleksi lengkap hingga menarik untuk dikunjungi.



Salah satu museum di Jogja yang menarik untuk dikunjungi adalah Museum Sonobudoyo. Lokasinya yang berada di pusat Kota Yogyakarta, tepatnya di selatan alun-alun utara, membuat wisatawan dalam maupun luar negeri mudah menjangkau lokasi tersebut. Namun nama Museum Sonobudoyo memang tidak setenar museum Benteng Vredeburg yang berada di dekat Pasar Beringharjo. Untuk itu buat kamu yang sudah pernah berkunjung ke Benteng Vredeburg, maka untuk plesir berikutnya agendakanlah untuk berkunjung ke Museum Sonobudoyo.

Ada apa saja di Museum Sonobudoyo?
Memasuki kawasan museum SB, kamu akan disambut dengan petugas yang akan menjelaskan harga tiket. Harga tiket untuk masuk ke kawasan museum yaitu sebesar Rp 3000 untuk dewasa dan Rp 2500 untuk anak-anak. Sedangkan harga tiket untuk wisatawan mancanegara hanya Rp 5000 saja. Di sekeliling lokasi pembelian tiket itu kamu bisa melihat koleksi gamelan dan alat musik Jawa lainnya. Pada event-event tertentu, gamelan tersebut akan dimainkan untuk menambah kemeriahan acara. Memasuki ruangan museum, pengunjung dilarang membawa minuman. Pengunjung boleh menitipkan barang bawaan ataupun minuman yang dibawa di meja penjaga.

koleksi gamelan

Pertama kali masuk ruangan, kamu akan merasakan nuansa kebudayaan Jawa yang kental. Terdapat ornamen-ornamen ukiran kayu dan patung-patung replika yang menggambarkan orang-orang dengan kebudayaan Jawa. Masuk ke ruangan yang lebih dalam, kamu akan melihat peninggalan-peninggalan zaman prasejarah seperti replika peti kubur batu, dolmen, hingga alat-alat bersejarah lainnya pada zaman Neolitikum yang dulu hanya bisa kita baca di buku mata pelajaran sejarah waktu duduk di bangku SD. Tak hanya menampilkan benda-benda prasejarah saja, namun juga ada koleksi baju-baju adat Jawa hingga alat-alat permainan tradisional seperti dakon, yoyo, dan lainnya. 

Berbagai Koleksi Lainnya

Setelah selesai menelusuri lorong demi lorong di dalam museum, kamu akan menemukan bagian luar museum dengan gaya bangunan khas Bali dengan patung-patung dan ukiran yang khas. Buat kamu yang suka berfoto, spot tersebut menjadi spot yang menarik untuk berfoto. Keluar dari situ kamu akan melihat semacam pendopo kecil yang nyaman untuk duduk-duduk dan bersantai. Jika setelah berkeliling museum kamu merasa lelah, maka nikmati waktu sebentar disana dengan menikmati angin semilir.



Selain memiliki koleksi yang cukup lengkap dengan kondisi museum yang terawat dan sejuk, Museum Sonobudoyo ini juga memiliki halaman yang teduh. Beberapa pohon tumbuh di halaman dan rerumputan yang terawat rapi menjadikan halaman museum menjadi daya tarik tersendiri. Sewaktu kesana, terlihat para muda mudi sedang menikmati siang di halaman. Semilir angin pun membuat suasana lebih segar.