Masjid Menara Kudus Bentuk Akulturasi Budaya Hindu-Islam
Dulu  sebelum Agama Islam disebarkan oleh para Wali di bumi Nusantara, agama yang lebih dulu menjadi kepercayaan masyarakat yang hidup di Indonesia (Nusantara) adalah agama Hindu dan Budha. Kemudian para Wali menyebarkan Agama Islam keseluruh pelosok Nusantara dengan cara damai dan dengan proses akulturasi dan asimilasi budaya masyarakat. Cara berdakwah yang damai itulah yang akhirnya membuat Islam dapat diterima oleh masyarakat.


Proses asimilasi dan akulturasi budaya yang dilakukan oleh para wali dalam menyebarkan ajaran Agama Islam dimasukkan kedalam berbagai media, mulai dari kesenian, tradisi, hingga arsitektur. Sunan Kudus melakukan akulturasi budaya dalam pembuatan bangunan Masjid Menara Kudus (disebut juga dengan Masjid Al-Aqsa dan Masjid Al Manar). Masjid Menara Kudus adalah sebuah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 Masehi atau tahun 956 Hijriah dengan menggunakan batu Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama. Masjid Menara Kudus ini terletak di desa Kauman, kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Masjid yang hingga kini masih berdiri dengan gagahnya tersebut memiliki menara yang gaya arsitekturnya seperti candi-candi kerajaan Hindu-Budha. Hal inilah yang menjadikan Masjid Menara Kudus sangat istimewa dan berbeda dengan masjid-masjid lainnya. 

Keunikan Arsitektur Menara Kudus
Menara Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring bergambar yang semuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya berwarna biru dengan berlukiskan masjid manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang.

Masjid Menara Kudus tersebut menjadi ikon Kota Kudus sekaligus menjadi tempat yang bersejarah. Di belakang masjid terdapat kompleks makam. Mulai dari makam Sunan Kudus dan Para ahli warisnya, tokoh lain seperti Panembahan Palembang, Pangeran Pedamaran, Panembahan Condro, dan lain-lain. Setiap harinya banyak sekali masyarakat yang berasal dari berbagai macam daerah datang kesana untuk berziarah ke Makam Sunan Kudus maupun Makam para Wali lainnya. Jika dibandingkan dengan Makam Wali yang ada di daerah lainnya, Makam Sunan Kudus dan kompleks Masjid Menara Kudus lebih terawat dan terpelihara dengan baik. Di daerah lain, seringkali kompleks Makam Wali kurang terurus sehingga kebersihan dan keamanannya kurang diperhatikan. 

Kompleks Makam Wali dan Ahli Warisnya
Ketika kita akan memasuki makam Sunan Kudus, kita akan melihat pos penjagaan yang disana terpampang LCD rekaman CCTV yang terpasang di setiap sudut makam. Kemudian di kompleks itu juga terdapat pendopo-pendopo yang bisa digunakan untuk duduk-duduk para peziarah. Kemudian ketika memasuki Makam Sunan Kudus pengunjung harus melepaskan alas kakinya. Didalam makam, pengunjung yang ingin membaca Al-Qur’an maupun tahlil sudah disediakan Al-Qur’an dan bacaan Tahlil yang tertata rapi di dalam rak. Disana juga terdapat beberapa buah kipas angin yang terpasang disetiap sudutnya. Sehingga peziarah tidak merasa kepanasan meskipun banyak peziarah yang ada dalam ruangan itu.

Suasana dan Arsitektur di dalam Masjid


Masjid Menara Kudus yang berdiri saat ini sudah mengalami perubahan dan perluasan. Namun ketika kita masuk kedalamnya, kita masih bisa melihat sisa-sisa bangunan tua saat pertama kali Masjid Menara didirikan. Sisa bangunan tua itu tetap dipertahankan dan semakin memperindah bangunan masjid itu. Kemudian ketika masuk kedalam ruangan Masjid yang digunakan untuk sholat, terdapat karpet merah yang semakin membuat ruangan itu menjadi lebih mempesona. Benar-benar masjid yang indah dan penuh dengan sejarah!

Parkir Area yang Asri dan Tertata Rapi

Tempat Sampah yang unik


Pengelola Masjid Menara Kudus memang benar-benar mengelola Masjid Menara Kudus dengan sangat baik. Mulai dari perawatan kebersihan masjid yang terjaga dengan baik, hingga Kenyamanan dan keamanan pengunjung sangat diperhatikan oleh pengelola. Ketika disana, saya tak melihat sampah berserakan satupun. Saya melihat petugas kebersihan yang membersihkan halaman yang sudah cukup bersih. Dari segi keamanan, adanya CCTV memudahkan petugas untuk memantau keadaan didalam dan disekitar makam. Pengunjung yang berdesak-desakan lebih terjaga keamanannya dari para oknum nakal, karena semuanya bisa dipantau dari CCTV. Hal ini sebenarnya bisa ditiru oleh Makam Para Wali lainnya, yang biasanya kurang dipedulikan kebersihanan, kenyamanan dan keamanannnya. 
Story of Our Journey
Sebuah perjalanan yang tidak akan mungkin aku lupakan. bersama dengan seseorang yang membuatku sadar, betapa dia sangat memperhatikan diriku melalui cara-caranya yang terkadang tak bisa kumengerti.

Wonosobo, Mt. Prau 2.565 Mdpl




Disini adalah tempat dimana keinginanku empat tahun lalu bisa terwujudkan. Melalui jalan yang tak pernah kuduga-duga. Melalui rencana Tuhan yang tidak pernah aku rencanakan. Keinginan empat tahun yang lalu, yaitu mendaki bersama dirinya. Dia yang dulu membuatku tertarik untuk mencoba mendaki gunung. Konyol sebenarnya. Tapi entah mengapa, aku benar-benar ingin mendaki gunung bersamanya.

Hari itu aku tidak pernah menduga, bahwa dia akhirnya "bisa" mendaki bersama denganku. Kesebuah dataran tinggi di Wonosobo yang katanya merupakan tempat dewa bertahta, Dieng. Ini adalah kali pertama dalam sejarah hidupku mengendarai motor dengan jarak yang sangat sangat jauh, rutenya yaitu Jogja-Magelang-Temanggung-Wonosobo-Banjarnegara-Dieng kembali lagi Dieng-Banjarnegara-Kebumen-Purworejo-Kutoarjo-Wates-Yogyakarta. Sebuah perjalanan yang sangat-sangat melelahkan dan tidak ingin aku ulangi jika harus kesana menggunakan motor lagi :(

Pada awalnya rencana pergi ke Gunung Prau adalah Keinginanku. aku jauh-jauh hari telah menyiapkan uang untuk pergi kesana. Namun setelah diminggu tekahir keberangkatan, aku melihat bahwa dia tengah sibuk dengan revisi skripsinya. Kemudian aku mencoba untuk melupakan keinginanku itu. Melupakan semua rencana yang telah kupersiapkan dan berharap suatu saat nanti ada kesempatan lain untuk bisa mendaki bersamanya.

Di tengah sikap diamku, ternyata dia mengetahui bahwa aku menyimpan kekecewaan karena rencana ke Mt Prau yang aku buat tidak terealisasikan. Untuk itu aku memutuskan untuk mengobatinya dengan pulang ke kampung halaman, akan tetapi dia malah menahanku dan menyuruhku untuk tetap tinggal di Jogja. Hingga akhirnya dia memaksaku untuk berangkat ke Dieng hari itu juga. Dia mengatakan "Ayo pergi kesana sekarang, atau tidak ada kesempatan lagi nanti". Setelah kupertimbangkan kata-katanya itu yg cukup membuat pendirianku goyah,  akhirnya aku memberanikan diri mengambil kesempatan ini untuk mendaki ke Gunung Prau.

Kemudian aku menghubungi beberapa teman dan saudaraku untuk meminjam alat mendaki. Ini adalah perndakian tergila yang tidak terencanakan, batinku. Namun ketika tau bahwa aku dan dia sebentar lagi tidak satu kota, akhirnya aku nekat untuk mengambil keputusan ini.


Selepas maghrib dari Yogyakarta kami siap meluncur ke kota Wonosobo. Kupikir jarak Jogja-Wonosobo tidak terlalu lama, namun ternyata perjalanan ini sangat sangat melelahkan. Setelah sampai di Wonosobo, kami mengambil arah ke Banjarnegara untuk mampir ke basecamp temanku. Disana mereka telah menunggu dan menyiapkan peralatan mendaki yang diperlukan. Ternyata alamak, jarak antara Wonosobo ke Banjarnegara juga jauh banget. Sekitar 1 jam melawati hutan-hutan, jalanan yang tidak ada lampu penerangan, dan sangat sepi sekali. Akhirnya setelah sampai disana, tidak lama-lama kami segera berangkat ke Dieng.

Perjalanan ke Dieng mungkin adalah perjalanan terberat, karena suhu udara semakin dingin. Kami sampai di basecamp pendakian Gunung Prau sekitar jam 1 malam. Pendakian ini kurasa adalah pendakian dengan cuaca terdingin yang pernah kurasakan. Udara musim kemarau dimalam hari benar-benar membuat tubuhku mati rasa karena kedinginan. Kakiku bahkan sudah membeku. Kami istirahat di basecamp Patak Banteng sejenak dan melihat beberapa rombongan yang belum naik. Kamipun naik keatas bersamaan dengan rombongan itu. Kira-kira butuh 2 jam untuk mencapai puncak.

Trekking yang dilalui tidak terlalu sulit. Karena itu juga aku berani untuk mendaki gunung Prau meskipun persiapan kurang memadai. Trekking pertama pertama kami melalui perkebunan warga yang jalannya dibuat berundak-undak. Kemudian kami melalui jalanan yang sangat terjal dan menanjak dipenuhi dengan batu dan akar pohon yang licin. Harus ekstra hati-hati jika melalui jalanan seperti ini, apalagi di malam hati. Ketika hampir sampai ke puncak, kami melewati jalan yang cukup menanjak namun mulus dan dipenuhi rumput. 

Pada saat perjalanan kepuncak, setiap kali kami beristirahat mengatur napas kupandangi langit yang penuh dengan bintang-bintang. Langit malam itu sangat cerah karena tidak ada cahaya bulan. Saat itu aku teringat pada impianku dulu yang ingin pergi ke Gunung Prau. Rasanya seperti baru kemarin aku membuat wishlist itu dan hari ini tak menyangka dapat terwujudkan. 

Perjalanan yang katanya hanya 2 jam yang sebelumnya kuanggap enteng karena aku sudah terbiasa naik gunung ternyata membuatku kepayahan juga. Memang kita tidak boleh merasa hebat ketika berhadapan dengan alam. Ditengah jalan napasku terengah-engah, ditambah lagi kakiku yang beku rasanya sulit sekali untuk digerakkan. Beberapa kali aku istirahat dan merasa bahwa tubuhku ini semakin lama semakin loyo. Tidak sekuat saat dulu pertama kali aku mendaki gunung Merapi. Kini hanya dengan waktu tempuh 2 jam kepuncak aku pun sudah lemas. Namun rasanya sia-sia jika harus menyerah. Kupaksakan diriku untuk terus naik, dan dalam hati kubaca Surat-Surat Pendek. Itu adalah mantera yang kugunakan setiap kali melakukan pendakian. Setiap kali aku merasa lelah, lemas, dan tidak sanggup untuk berjalan lebih jauh lagi aku selalu membaca Surat-Surat Pendek. Setelah itu rasanya aku seperti mendapat kekuatan tambahan. Dan akhirnya seiring dengan bacaanku kala itu, langkah kakiku mulai ringan dan tak terasa kami telah mendekekati puncak.

Ramainya Gunung Prau
Didepan mataku sebuah pemandangan yang belum pernah kulihat sebelumnya. Ratusan tenda berjejeran dibukit itu. Inikah efek dari sebuah film, media massa, dan media sosial? Tanyaku pada diri sendiri. Orang-orang yang sebelumnya tidak tertarik dengan kegiatan menjelajah alam atau gunung kemudian berbondong-bondong untuk pergi kegunung. Ah rasanya kedamaian yang ingin aku dapatkan ketika berada di gunung seperti biasanya tidak bisa kudapatkan disini. Ketika naik gunung, biasanya aku menyukai ketenangan yang dihadirkan. Namun disini, Terlalu ramai. 


Sunrise gunung Prau yang selalu dinanti
Lalu setelah menemukan tempat yang sekiranya lapang dan muat untuk mendirikan tenda kami bergegas untuk mendirikan tenda. Udara dan angin diluar sudah teramat sangat dingin. Jaket 3 lapis yang kupakai pun tak mampu menghilangkan rasa dinginnya. Akhirnya selesai membuat tenda dengan sedikit bersusah payah, kami segera menghangatkan diri kedalam tenda. Sleeping bag adalah penghangat terbaik kala itu. Mampu menghangatkanku dan membuatku terlelap sebelum akhirnya dibangunkan oleh orang-orang yang berteriak-teriak waktu melihat sunrise. Pada awalnya aku enggan untuk bangun. Lebih memilih tidur dan berpelukan dengan sleeping bag. Namun rasanya sayang jika tidak mengabadikan momen legendaris di gunung Prau, Golden Sunrise. Dan TAARAA, setelah kubuka tenda, kami disambut oleh matahari yang masih enggan menampakkan diri. Cahanya membuatku mampu melihat pemandangan yang tadi malam tidak bisa kulihat. Sebuah pemandangan yang menakjubkan. Jejeran gunung terlihat angkuh menantang. Menunjukkan pesonannya kepada kami yang ada di gunung Prau. Satu dua kali Jepret kami mengambil foto. Namun aku tidak tahan dengan angin yang sangat kencang sekali. Akhirnya tidak lama setelah matahari benar-benar menunjukkan dirinya aku kembali kedalam tenda dan meneruskan tidurku yang tertunda.

Rebahan diatas ruput dan dikelilingi bunga Daisy yg cantik
Setelah tidur beberapa saat, dia mengajakku untuk berkeliling kebukit-bukit sekitar. Untuk mencari spot foto yang sekiranya bagus dan tidak banyak orang yang mengganggu. Kami melalui padang bunga Daisy yang cantik sekali. Dulu, aku hanya bisa melihat keindahan Daisy dari foto di Internet. Aku memang terobsesi untuk melihatnya langsung, dan hari itu aku bahkan bisa melihat keindahan bunga Daisy sepuasnya. 

Setelah itu kami meneruskan perjalanan kesebuah bukit yang berhadapan langsung dengan jajaran gunung. Kami berhenti disitu, duduk bersama diatas rerumputan dan merasakan sinar hangat mentari memberikan kehangatan. Satu Dua Tiga detik ternyata aku sudah tertidur. Aku memang masih ngantuk dan tidak tertahankan lagi. Lalu aku terbangun oleh suara orang-orang yang datang. Lalu kami memutuskan untuk kembali ketenda dan sebelum itu kami mengabadikan momen bersama.

Kebiasaan burukku. Mudah banget tidur dimanapun
Kami kembali ketenda dan bersiap untuk sarapan pagi. Minum kopi adalah hal yang paling menyenangkan jika dilakukan diatas gunung. Apalagi dengan hawa yang dingin pagi ini. Ketika kami mengeluarkan peralatan untuk memasak, kami baru tau kalau kami lupa membawa gas spirtus yang digunakan untuk menyalakan kompor. Akhirnya terpaksa kami meminta bantuan kepada tetangga depan camp untuk memanaskan air yang kami bahwa. Alhamdulillah masih bisa makan pop mie dan minum susu hangat. cukup untuk bekal tenaga ketika pulang nanti.

Setelah sarapan selesai, kami bersiap untuk pulang. Meskipun dalam hati aku ingin disana lebih lama. Ingin tiduran diatas bunga daisy lagi dan dimanjakan oleh kehangatan mentari, sambil melihat birunya langit yang menentramkan. Hal itulah yang selalu aku sukai ketika mendaki gunung. Momen yang tidak bisa kudapatkan di kota. Namun pulang adalah sebuah keharusan. 

Perjalanan turun ke Basecamp melihat pemandangan indah ini

Sewaktu turun aku mempercepat langkahku. Tubuhku sudah sangat lelah dan ingin segera tiba dirumah. Hingga akhirnya aku sempat terpeleset beberapa kali. Tapi dia malah menertawakanku. Ah dasar, nggak ada romantisnya ini orang, pikirku. Lalu aku semakin mempercepat langkahku dan berjalan didepannya. Dan pada akhirnya tenagaku serasa terkuras habis setelah menuruni pos kedua yang jalannya terjal bebatuan. Akupun mengambil langkah pelan dan tidak lagi berjalan secepat sebelumnya. Hingga tak terasa, kami sudah hampir sampai di basecamp. Siang itu basecamp dipenuhi dengan orang yang istirahat setelah naik gunung maupun sebelum mereka berangkat mendaki. Karena kaki dan badan sudah lemas, kuistirahatkan badan sejenak dengan menyenderkan tubuhku ketembok. Kulihat dia juga sudah sangat kelelahan. Tidak dapat kubayangkan bagaimana kondisinya saat itu. Harus mengendarai motor selama kurang lebih 6 jam. Dan nanti ketika pulang, dia juga harus mengendarai motor lagi untuk menuju Jogja. Lalu kubiarkan dia tidur dengan berbantalkan carrier yang dia bawa. 
Sebelum pulang kami mengecek kembali barang bawaan yang dibawa. Jangan sampai ada yang tertinggal. Setelah itu kami bersiap untuk meninggalkan basecamp. Ketika telah meninggalkan basecamp, dia mengajakku untuk mampir ke telaga warna. Ah, aku sudah capek, rasanya berat sekali kakiku untuk melangkah, batinku. Namun untuk menyenangkannya aku menyetujui ajakannya tersebut. Aku tahu bahwa sebentar lagi dia akan pulang ke Palembang. Dan karena itu, dia ingin menghabiskan saat-saat terakhirnya di Jawa dengan mengunjungi tempat-tempat wisata. 

Muka kelelahan tapi Bahagia. Di Telaga Warna

Untungnya jarak antara basecamp pendakian Prau dengan Telaga Warna tidak terlalu jauh. Tempatnya pun juga sejuk dan bagus untuk berfoto-foto. Sayangnya, saat itu aku tidak begitu berminat untuk foto banyak-banyak. Selain karena badan yang sudah lelah, juga karena bau belerang yang menyengat. Membuatku ingin cepat-cepat menjauh dari telaga itu. Setelah beberapa saat mengelilingi telaga warna, tak lama kami memutuskan untuk pulang.

Pulang, rasanya aku rindu tempat dimana aku seharusnya berada. Namun kejadian hari ini seperti mimpi bagiku. Tiba-tiba saja diajak mendaki, Tiba-tiba saja pergi ke Prau, Tiba-tiba saja keinginanku terwujud. Tiba-tiba saja bisa mendaki bersamanya setelah menanti bertahun-tahun. Hatiku diisi perasaan yang bercampur aduk, bahagia, senang, lelah, sedih, bingung. Terimakasih Tyo, telah membuat semua ini menjadi nyata. Hari itu aku merasa seperti berada di dunia dongeng. Dan sekarang aku tau, kesempatan itu tidak akan datang dua kali.



Untuk Dia yang selalu memarahiku ketika aku ragu, plin-plan, dan berubah-ubah pikiran. Dia yang selalu cuek dihadapanku. Dia yang menyayangiku dengan caranya sendiri. Terkadang aku berpikir, kenapa bisa dibalik sikap cuek dan marahmu tersimpan rasa sayangmu padaku? Hingga kamupun mau menghadapi hari-hari yang penuh kesulitan bersamaku.









MENGEMBANGKAN DAYA TARIK BANGSA INDONESIA DI SEKTOR PARWISATA MELALUI KONSEP DESA WISATA


Oleh: Fatimah Bilqis





Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki kekayaan alam, budaya, bahasa dan kesenian yang beraneka ragam. Dari setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri yang menjadi daya tarik daerah tersebut. Kekhasan dari setiap daerah itulah yang kemudian dapat dijual melalui sektor pariwisata. Apalagi ditambah dengan keramahan masyarakat Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai tempat yang nyaman dan aman untuk dikunjungi dan ditinggali.  Keberagaman alam, budaya, bahasa, etnis, dan kesenian yang ada di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai nilai jual dan dikembangkan melalui pariwisata.

Daya tarik ataupun ciri khas yang dimiliki bangsa indonesia dalam hal bahasa, budaya, alam, dan kesenian tidak banyak dimiliki oleh negara-negara lain. Sehingga seharusnya dengan daya tarik tersebut memudahkan Indonesia untuk menjual daya tarik yang mereka miliki. Namun jika kita lihat negara-negara seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura jauh lebih unggul dalam sektor pariwisata. Meskipun wisata yang mereka tawarkan juga memiliki banyak kesamaan dengan negara lainnya mereka terbukti mampu mendorong wisatawan untuk berkunjung ke negara mereka. berbeda denga Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku, budaya, bahasa, kesenian hingga geografis dan pemandangan alamnya belum mampu secara maksimal mendorong wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia. Indonesia yang memiliki jauh lebih banyak potensi pariwisata, masih tertinggal jauh dari Malaysia yang mengadalkan sektor pariwisata sebagai devisa utama negara itu. Ketertinggalan Indonesia di sektor pariwisata dapat kita lihat dalam angka, bahwa pada tahun  2012 Malaysia mampu mendorong sebanyak 25 Juta wisatawan ke negara mereka, sedangkan di tahun yang sama Indonesia hanya mampu mendorong 8 juta wisatawan. Ketertinggalan di sektor pariwisata itulah yang seharusnya menjadi pekerjaan bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih serius memajukan sektor pariwisata di Indonesia.

Pemerintah Indonesia memang tidak hanya tinggal diam melihat ketertinggalan negara kita dengan negara-negara ASEAN di sektor pariwisata. Banyak langkah yang sudah menjadi terobosan untuk mendongkrak pariwisata Indonesia di mata dunia, diantaranya adalah menaikkan anggaran promosi pariwisata. Promosi adalah kegiatan yang sangat penting dilakukan untuk memperkenalkan suatu brand. Lewat promosi, pemerintah dapat menginformasikan, membujuk dan mengingatkan wisatawan untuk dikenal oleh masyarakat. Pariwisata Indonesia yang gencar dilakukan melalui media massa secara efektif akan mempengaruhi psikologi orang yang melihat iklan tersebut dan menumbuhkan rasa penasaran (curiousity) mereka terhadap Indonesia hingga akhirnya mereka memutuskan untuk berkunjung ke Indonesia. Tanpa adanya promosi yang besar-besaran melalui media massa, sulit sekali pariwisata Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain. Malaysia pun secara gencar melakukan promosi pariwisata mereka melalui media massa sehingga menarik masyarakat internasional untuk mengunjungi negara mereka. Diharapkan melalui peningkatan anggaran promosi dapat menyedot wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia. Hal lain yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk mendongkrak pariwisata Indonesia dimata dunia adalah dengan membuat kebijakan bebas visa bagi negara-negara tertentu. Dengan bebas visa, banyak masyarakat internasional yang tertarik untuk mengunjungi Indonesia. Diantara negara-negara yang bebas visa antara lain, jepang, Inggris, Korea Selatan, dan negara lain yang target nya masih digodok oleh pemerintah agar tepat sasaran. Dengan strategi seperti itu pemerintah berharap mampu mendorong wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia.

Untuk mengembangkan sektor pariwisata Indonesia diperlukan seluruh kontribusi dari masyarakat dan pemerintah. Melalui kebijakannya pemerintah dapat membuat aturan-aturan terkait pariwisata. Kemudian dalam sektor pembangunan, daerah-daerah yang akan dijadikan sebagai tujuan pariwisata harus digali kekhasannya dan dibangun infrastruktur dan transportasi yang menunjang kegiatan kepariwisataan. Tanpa adanya kemajuan dibidang tersebut, mustahil rasanya pariwisata Indonesia dapat berkembang bahkan bersaing dengan negara lain.

Salah  satu upaya untuk membangun pariwisata Indonesia bisa dilakukan dengan cara pembangunan bottom up, yaitu membangun dari bawah keatas. Melalui cara itu, dapat dilakukan dengan mengembangkan konsep desa wisata sebagai upaya membangun pariwisata Indonesia. Pengembangan desa wisata yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah setempat akan membawa dampak menyeluruh terhadap pariwisata nasional jika hal tersebut digarap dengan serius.

Nurhayati dalam (Susilo, 2008: 1 ) mengungkapkan desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Artinya program desa wisata sebagai salah satu upaya untuk membangun pariwisata Indonesia melibatkan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. Daerah-daerah yang akan diusung menjadi desa wisata harus memiliki kekhasan dan digali potensi pariwisata yang dimiliki, baik itu wisata alam, wisata budaya, wisata religi, wisata sejarah maupun kombinasi dari seluruh wisata tersebut. Setelah potensi pariwisata dari masing-masing daerah dapat digali kemudian dilakukan perencanaan terkait akomodasi dan fasilitas pendukung pariwisata lainnya. Wisatawan akan enggan untuk datang ke tempat-tempat yang sulit dijangkau dan fasilitas yang ada juga terbatas. Sebaliknya, jika akomodasi dan fasilitas memadai dan pengunjung mendapatkan kepuasan setelah melihat kekhasan dari desa wisata, maka mereka akan kembali lagi untuk mengulangi pengalaman tersebut.  

Perkembangan desa wisata di Indonesia saat ini bisa dibilang cukup pesat, saat ini sudah ada lebih dari 978 desa wisata yang tersebar di Indonesia. Setiap desa wisata tersebut mengusung keunikan desa mereka masing-masing. Daerah Yogyakarta merupakan daerah yang perkembangan desa wisatanya cukup pesat. Namun tidak semua dari desa wisata tersebut unggul di sektor pariwisata dan mampu mendatangkan banyak wisatawan. Banyak desa wisata yang juga sepi wisatawan dan juga ada pula desa wisata yang dibanjiri oleh wisatawan hingga membludak. Salah satu desa wisata di Jogja yang dibanjiri wisatawan adalah Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran. Wisatawan dari luar dan dalam negri terus berdatangan untuk melihat keunikan dan kekhasan yang ditawarkan oleh Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran tersebut. Desa wisata itu mampu menjual keunggulan yang mereka miliki kepada masyarakat karena beberapa faktor, diantaranya adalah fasilitas yang memadai, akomodasi yang mudah dijangkau, dan promosi yang giat. Meskipun mengunggulkan gunung purba sebagai keunikan mereka, Ekowisata tersebut menyediakan fasilitas yang cukup memadai seperti toilet, mushola, parkir, hingga gazebo untuk istirahat. Hal tersebut membuat pengunjung menjadi nyaman ketika mereka datang kesana. Mereka tidak lagi menemukan kendala-kendala karena fasilitas sudah disediakan oleh pengelola Ekowisata tersebut. Faktor lain yang membuat Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran banyak didatangi wisatawan adalah mudahnya akomodasi untuk mencapai kesana. Untuk wisatawan lokal biasanya mereka memilih transportasi pribadi seperti mobil maupun motor. Namun untuk wisatawan dari mancanegara maupun luar kota mereka lebih memilih untuk menggunakan jasa biro perjalanan. biro perjalanan sebagai agen pariwitasa ikut berperan dalam mempromosikan Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran kepada para wisatawan sehingga bukan suatu hal yang mengherankan jika Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran mengalami kebanjiran wisatawan, apalagi ketika waktu libur panjang maupun weekend. Agen travel atau perjalanan biasanya menawarkan paket tur ke Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran dalam paket perjalanan mereka, dari situlah banyak wisatawan akhirnya terus berdatangan kesana. Faktor lainnya yang mempengaruhi banyaknya pengunjung kesana adalah dengan promosi yang mereka lakukan maupun yang pihak lain lakukan. Promosi yang dilakukan oleh pihak pengelola Ekowisata Gunung Api Purba dilakukan melalui media massa maupun media sosial. Pengelola memiliki website khusus yang berisi tentang seluruh informasi tentang Ekowisata Gunung Api Purba  Nglanggeran. Sehingga memudahkan wisatawan untuk mencari tahu bagaimana wisata yang ditawarkan oleh Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran. Kemudian media massa juga berperan aktif memberitakan melalui media televisi, koran, maupun internet. Hal itu secara tidak langsung menginformasikan kepada masyarakat tentang Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran dan menggugah rasa ingin tahu mereka sehingga mereka juga ingin mengunjungi Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran. Kemudian banyak wisatawan yang telah berkunjung ke desa wisata gunung api purba nglanggeran memposting testimoni dan foto-foto mereka di media sosial. Secara tidak sadar mereka telah melakukan promosi terhadap Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran tersebut melalui media sosial yang mereka miliki. Akibatnya banyak orang yang penasaran dan bahkan ingin berkunjung ke ekowisata gunung api purba nglanggeran meskipun hanya melihat dari foto dan testimoni orang-orang yang sebelumnya pernah kesana.

Kemajuan yang dialami ekowisata gunung api purba nglanggeran tersebut seharusnya dapat dijadikan sebagai desa wisata percontohan yang strategi dan pengelolaannya dapat ditiru oleh desa wisata di Yogyakarta maupun desa wisata di seluruh Indonesia. Jika kesempatan ini dilihat secara serius oleh pemerintah, dan perkembangan desa wisata benar-benar diperhatikan oleh pemerintah, maka sangat mungkin sekali nantinya desa-desa wisata yang kecil itu dapat berubah menjadi desa wisata bertaraf internasional yang dikunjungi oleh wisatawan di berbagai belahan dunia.

Akhirnya nantinya sebuah keberhasilan di sektor pariwisata yang dilakukan melalui program pengembangan desa wisata tersebut dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, membuka lapangan pekerjaan baru, dan lebih jauh lagi dapat memberikan kontribusi untuk devisa negara melalui kunjungan yang dilakukan oleh wisatawan mancanegara. 


 Tulisan ini menjadi nominasi dalam Lomba "70 Wajah Indonesia tahun 2015" yang diselenggarakan FH UGM tahun 2015 dan dibukukan dalam buku berjudul "70 Wajah Indonesia"